FOTO: ISTIMEWA
WARNALAMPUNG.ID – Keputusan Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Lampung yang menetapkan sejumlah petinggi Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Lampung hanya menjalani rehabilitasi rawat jalan usai terjaring penggerebekan di Hotel Grand Mercure, pada Kamis 28 Agustus 2025 lalu, menuai kritik keras dari Ketua Laskar Lampung Kota Bandar Lampung, Destra Yudha, S.H., M.Si.
Dalam operasi tersebut, beberapa pengurus HIPMI diamankan dengan barang bukti, bahkan tes urine mereka dinyatakan positif narkoba. Namun, bukannya ditahan, para pengurus itu justru dibebaskan dengan status rehabilitasi rawat jalan berdasarkan assessment BNN.
Destra menilai keputusan tersebut tidak mencerminkan asas keadilan dan terkesan diskriminatif.
“Kami mendesak BNN Provinsi Lampung untuk menahan kembali para petinggi HIPMI yang terbukti memakai narkoba, serta membatalkan status assessment atau rehab mereka demi tegaknya keadilan,” tegas Destra, pada Kamis 4 September 2025.
Ia menyoroti perbedaan perlakuan antara masyarakat biasa dan kalangan berpengaruh.
“Banyak masyarakat kecil yang hanya berstatus pengguna justru tidak mendapat kesempatan rehabilitasi. Tetapi ketika menyangkut pejabat organisasi atau tokoh tertentu, jalan rehabilitasi langsung dibuka lebar. Ini jelas bentuk ketidakadilan hukum,” tambahnya.
Sementara itu, Plt. Kepala BNNP Lampung Kombes Pol Karyoto dalam Konferensi pers, pada Kamis 4 September 2025, mengatakan penangkapan tersebut dilakukan berdasarkan informasi masyarakat. Dari hasil pemeriksaan, para pelaku masuk kategori pengguna, bukan bandar atau pengedar.
“Dalam proses ini kami melibatkan tim medis, tim hukum BNNP, Kejaksaan, serta Direktorat Narkoba Polda Lampung. Hasil assessment menunjukkan bahwa yang bersangkutan adalah penyalahguna, sehingga direkomendasikan menjalani rehabilitasi rawat jalan,” jelas Karyoto.
BNNP Lampung juga melakukan pemetaan jaringan peredaran narkoba di wilayah hukumnya. Dari hasil penyelidikan, aparat telah mengantongi identitas pengedar berinisial RB yang diduga menyuplai narkoba kepada oknum pengurus HIPMI.
“RB saat ini dalam pengejaran untuk dilakukan penangkapan,” tambahnya.
Disaat yang bersamaan, Kepala Bidang Rehabilitasi BNNP Lampung, Dr. Novan, menjelaskan penentuan derajat ketergantungan dilakukan melalui skrining dan assessment sesuai standar Kementerian Kesehatan.
“Dari 10 orang yang diperiksa, tidak ditemukan adiksi atau ketergantungan, sehingga mereka hanya diwajibkan mengikuti rehabilitasi rawat jalan serta pemeriksaan lanjutan,” terang Novan.
Kasus ini kini menjadi sorotan publik. Tidak hanya menyangkut nasib beberapa pengurus HIPMI, tetapi juga menguji konsistensi pemerintah dalam perang melawan narkoba. Publik berharap BNN tidak hanya tegas terhadap masyarakat kecil, tetapi juga berani menegakkan hukum tanpa pandang bulu kepada kalangan elit.
Ke depan, transparansi dan konsistensi BNN dalam setiap proses assessment menjadi penting, agar lembaga ini tidak kehilangan kepercayaan masyarakat. Perang melawan narkoba hanya bisa dimenangkan jika hukum ditegakkan secara adil, tegas, dan tanpa diskriminasi.(**)

 
																				




